Sabtu, 27 Desember 2014

TATA KELOLA ETIS DAN AKUNTABILITAS

                   

TATA KELOLA ETIS DAN AKUNTABILITAS

Latar Belakang
Pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya menaruh harapan besar terhadap bisnis, direksi, eksekutif, dan akuntan profesional tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mereka melakukannya. Pada saat yang sama, lingkungan tempat bisnis beroperasi semakin kompleks sehingga hal tersebut menjadi tantangan etika bagi mereka. Jika mereka sampai melakukan tindakan yang melanggar etika, maka hal tersebut dapat menimbulkan risiko yang besar dan akan berpengaruh buruk bagi reputasi dan pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. Jadi, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan pemegang saham dan semua pemangku kepentingan lainnya.
Kasus pelanggaran etika yang berujung pada kegagalan bisnis, audit, dan tata kelola perusahaan berskala besar seperti Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor terhadap perusahaan-perusahaan di Amerika. Hal ini merupakan suatu bencana besar di lingkungan bisnis, dan telah menjadi pemicu harapan baru dalam tata kelola dan akuntabilitas perusahaan. Menyikapi hal tersebut, para politisi Amerika menciptakan kerangka tata kelola dan akuntabilitas baru yang dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act (SOX) yang bertujuan untuk memulihkan kembali kepercayaan investor dan memfokuskan kembali tata kelola perusahaan pada tanggung jawab direksi terhadap kewajiban fidusia mereka, yakni  tanggung jawab terhadap kepentingan pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya.
A.         Governance System
Sistem pemerintahan istilah adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: “sistem” dan “pemerintah”. Berarti sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang terjadi jika satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan.
Selain itu, pemerintahan dalam arti luas memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan kesejahteraan negara dan kepentingan negara itu sendiri. Dari pengertian itu, secara harfiah berarti sistem pemerintahan sebagai bentuk hubungan antar lembaga negara dalam melaksanakan kekuasaan negara untuk kepentingan negara itu sendiri dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya.  sistem ini dibedakan menjadi:
1.      Presidensial
Presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.
2.      Parlementer
Parlementer merupakan sebuah sistem pemerintahan di mana parlemen memiliki peranan penting dalam pemerintahan. Berbeda dengan sistem presidensiil, di mana sistem parlemen dapat memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri, yang berwenang terhadap jalannya pemerintahan.
3.      Komunis
Komunis adalah paham yang merupakan sebagai bentuk reaksi atas perkembangan masyarakat kapitalis yang merupakan cara berpikir masyarakat liberal.
4.      Demokrasi liberal
Demokrasi liberal merupakan sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah
5.      Liberal
Liberal merupakan sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.
Dalam system pemerintahan, juga terdapat suatu aturan yang harus ditaati dan biasaanya disebut dengan Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ). Ethical Governance (Etika Pemerintahan) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya.
Kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku dalam pergaulan ( masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara ). Kesopanan disebut pula sopan santun, tata krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan kepada sikap batin (batiniah ), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap lahir ( lahiriah ) setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam pergaulan.
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada kepribadian atau jati diri masing-masing. Manusia berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya (consience of man).
B.        Budaya Etika mengembangkan Struktur Etika korporasi
1.         Budaya Etika
Pendapat umum dalam bisnis bahwa perusahaan mencerminkan kepribadian pemimpinnya. Hubungan antara CEO dengan perusahaan merupakan dasar budaya etika. Jika perusahaan harus etis, maka manajemen puncak harus etis dalam semua tindakan dan kata-katanya. Manajemen puncak memimpin dengan memberi contoh. Perilaku ini adalah budaya etika.
Tugas manajemen puncak adalah memastikan bahwa konsep etikanya menyebar di seluruh organisasi, melalui semua tingkatan dan menyentuh semua pegawai. Hal tersebut dicapai melalui metode tiga lapis yaitu :
a.       Menetapkan credo perusahaan
Merupakan pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai etis yang ditegakkan perusahaan, yang diinformasikan kepada orang-orang dan organisasi-organisasi baik di dalam maupun di luar perusahaan.
b.      Menetapkan program etika;
Suatu sistem yang terdiri dari berbagai aktivitas yang dirancang untuk mengarahkan pegawai dalam melaksanakan lapis pertama. Misalnya pertemuan orientasi bagi pegawai baru dan audit etika.
c.       Menetapkan kode etik perusahaan
Setiap perusahaan memiliki kode etiknya masing-masing. Kadang-kadang kode etik tersebut diadaptasi dari kode etik industri tertentu.

2.         Mengembangkan struktur Etika Korporasi
Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Mengembangkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.

C.     Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai, Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders.
Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan.
Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct
Contohnya PT. Perkebunan dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunukasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.
D.       Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Dalam setiap code of conduct, adanya evaluasi terhadap kode perilaku korporasi juga sangat diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan apakah sudah dijalankan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Berikut ini langkah yang harus dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi, yaitu :
1.           Pelaporan Pelanggaran Code of Conduct
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor.
Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan. Dewan kehormatan wajib memberikan perlindungan terhadap pelapor.
2.           Sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct
Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh karyawan diberikan oleh Direksi atau pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemberian sanksi Atas Pelanggaran Code of Conduct yang dilakukan oleh Direksi dan Dewan Komisaris mengacu sepenuhnya pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perusahaan serta ketentuan yang berlaku.
Pemberian sanksi dilakukan setelah ditemukan bukti nyata terhadap terjadinya pelanggaran pedoman ini. Untuk mewujudkan Good Corporate Governance (GCG) di sebuah perusahaan membekali buku Pedoman Tata Kelola Perusahaan dan Pedoman Perilaku (Code of Conduct) kepada seluruh karyawan sebagai stakeholders yang dijadikan pedoman pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang baik.
Disamping itu pengelola Good Corporate Governance bekerjasama dengan pengelola Audit Internal untuk memantau pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang diimplementasikan diseluruh jajaran Perusahaan atau dengan sistim Self Assesment. Perusahaan akan meningkatkan prinsip keterbukaan dengan cara menginformasikan kegiatannya untuk kepentingan Stakeholders melalui Website atau media informasi perusahaan.
Penerapan tata kelola perusahaan di Perusahaan bertujuan:
a.       Memaksimalkan nilai Perusahaan dengan melaksanakan prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab dan adil agar Perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara Nasional maupun Internasional.
b.      Mendorong pengelolaan Perusahaan secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian manajemen
c.       mendorong agar manajemen dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran adanya tanggung jawab sosial Perusahaan terhadap Stakeholder maupun kelestarian lingkungan di sekitar Perusahaan.
d.      Meningkatkan kontribusi Perusahaan dalam perekonomian Nasional.
e.       Mempersiapkan Perusahaan melakukan privatisasi

Dalam mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen instrumen yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
1.      Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
a.       Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
b.      Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan, Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.

2.      Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko dan Implementasinya.
a.       An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management of the Auditing Committee along with  its Scope of Work.
b.      Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite Audit serta Ruang Lingkup Tugas.

E.      Good Governance
1.       Pengertian Good Governance
Good Governance menurut Bank Dunia adalah cara kekuasaan yang digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat (the way state power is used in managing economic and social resources for development of society).
Good governance merupakan tata kelola yang baik pada suatu usaha yang dilandasi oleh etika profesional dalam berusaha/berkarya. Pemahaman good governance merupakan wujud penerimaan akan pentingnya suatu perangkat peraturan atau tata kelola yang baik untuk mengatur hubungan, fungsi dan kepentingan berbagai pihak dalam urusan bisnis maupun pelayanan publik. Pemahaman atas good governance adalah untuk menciptakan keunggulan manajemen kinerja baik pada perusahaan bisnis manufaktur (good corporate governance) ataupun perusahaan jasa, serta lembaga pelayanan publik/pemerintahan (good government governance). Pemahaman good governance merupakan wujud respek terhadap sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan produktivitas usaha.






2.      Prinsip Dasar Konsep Good Governance
Konsep GCG belakangan ini makin mendapat perhatian masyarakat dikarenakan GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antara para pemangku kepentingan didalam suatu organisasi yang mencakup:
a.       Hak-hak para pemegang saham
b.      Para karyawan dan pihak yang berkepentingan
c.       Pengungkapan yang tepat dan akurat
d.      Transparasi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan
e.       Tanggung jawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan

Prinsip-prinsip Corporate governance menurut Forum Corporate governance In Indonesia (FCGI) (2001) ada Lima Prinsip yaitu :

1.                  Fairness (Keadilan).
Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
2.                  Transparency (Transparansi).
 Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.
3.                  Accountability (Akuntabilitas).
 Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris
4.                  Responsibility (Pertanggungjawaban).
Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.
5.                  Etika dan budaya kerja,
Landasan moral dan nilai-nilai integritas yang mengatur komisaris dan direksi serta pihak karyawan (manajemen dan non-manajemen).

3.      Struktur Good Governance
Struktur governance dapat diartikan sebagai suatu kerangka dalam organisasi untuk menerapkan berbagai prinsip governance sehingga prinsip tersebut dapat dibagi, dijalankan serta dikendalikan. Secara spesifik, struktur governance harus didesain untuk mendukung jalannya aktivitas organisasi secara bertanggung jawab dan terkendali. Pada dasarnya struktur governance diatur oleh undang-undang sebagai dasar legalitas berdirinya sebuah entitas.
a.      Model Anglo-saxon (single board system) yaitu struktur Good Governance yang tidak memisahkan keanggotaan dewan komisaris dan dewan direksi. Struktrur governance akan terdiri dari RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), Board of Directors (representasi dari para pemegang saham) serta Executive Managers (manajemen yang akan menjalankan aktivitas). Dalam system ini anggota dewan komisaris juga merangkap anggota dewan direksi dan kedua dewan ini disebut dengan board of directors.
b.      Model Continental Europe (Two Board System), yaitu struktur Good Governance yang dengan tegas memisahkan keanggotaan dewan, yakni antara keanggotaan dewan komisaris sebagai pengawas dan dewan direksi sebagai eksekutif perusahaan. Struktur governance terdiri dari RUPS, Dewan Komisaris, Dewan Direktur, dan Manajemen Eksekutif. Dalam model two board system, RUPS merupakan struktur tertinggi yang mengangkat dan memberhentikan dewan komisaris yang mewakili para pemegang saham untuk melakukan kontrol terhadap manajemen. Dewan komisaris membawahi langsung dewan direksi dalam menjalankan perusahaan.

4.    Mekanisme Good Governance
Mekanisme good governance merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan pengawasan. Mekanisme governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi berjalannya system governance dalam sebuah organisasi.
Terdapat 2 mekanisme untuk membantu menyamakan perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer dalam rangka penerapan Good Governance, yaitu :
a.       Mekanisme Pengendalian Internal, adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan dengan membuat seprangkat aturan yang mengatur tentang mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun resiko-resiko yang disetujui oleh principal dan agen.
b.      Mekanisme Pengendalian Eksternal, adalah pengendalian perusahaan yang dilakukan oelh pasar. Menurut teori pasar, untuk melakukan pengendalian perusahaan, pada saat manajer berperilaku menguntungkan dirinya sendiri, kinerja perusahaan akan menurun yang direfleksikan oleh nilai saham perusahaan. Pada kondisi ini, manajer kelompok lain akan menggantikan manajer yang sedang memegang jabatan. Dengan demikian, bekerjanya market for corporate control bisa menghambat tindakan menguntungkan diri sendiri oleh manajer.
c.       Mekanisme penggendalian lain yang secara luas digunakan dan diharapkan dapat menyelaraskan tujuan principal dan agen adalah mekanisme melalui pelaporan keuangan. Melalui laporan keuangan yang merupakan tanggung jawab manajer, pemilik dapat mengukur, menilai, sekaligus dapat mengawasi kinerja manajer untuk mengetahui sejauh mana manajer telah bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik. Laporan keuangan yang dibuat dengan berdasarkan angka-angka akuntansi diharapkan berperan besar dalam meminimalkan konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan dalam perusahaan.

5.      Manfaat Corporate governance
Menurut Forum Corporate governance In Indonesia (FCGI), 2001), manfaat Corporate governance yaitu:
1.        Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders,
2.        Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigit (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value,
3.        Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya diIndonesia
4.        Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders’s values dan dividen.

F.    Pengembangan Program Etika
1.       Code of Conduct Perusahaan
Kebutuhan tata kelola etis tidak hanya baik bagi bisnis perusahaan. Perubahan-perubahan terkini pada regulasi pemerintahan merubah ekspektasi secara signifikan. Dalam era meningkatkan pengawasan, dimana perilaku tidak etis dapat mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan shareholders, direktur, dan eksekutif.
Direktur harus cermat dalam mengatur risiko bisnis dan etika perusahaannya. Mereka harus memastikan bahwa budaya etis telah berjalan dengan efektif dalam perusahaan. Hal ini membutuhkan pengembangan code of conduct, dan cara yang paling fundamental dalam menciptakan pemahaman mengenai perilaku yang tepat, memperkuat perilaku tersebut, dan meyakinkan bahwa nilai yang mendasarinya dilekatkan pada strategi dan operasi perusahaan. Konflik kepentingan dalam perusahaan, kekerasan seksual, dan topik–topik serupa perlu diatasi segera dengan pengawasan yang memadai untuk menjaga agar budaya perusahaan sejalan dengan ekspektasi saat ini.
2.    Pendedikasian Kembali Peran Akuntan Profesional
Peristiwa Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom mengubah fokus akuntan profesional terhadap perannya sebagai orang yang dipercaya oleh publik. Reputasi dan eksistensi profesi akuntan di masa depan telah menurun di mata publik, sehingga perbaikan serta kesuksesannya kembali tergantung pada perubahan yang akan dilakukan. Profesi akuntan harus mengembangkan pertimbangan, nilai, dan sifat karakter yang mencakup kepentingan publik, dimana pertimbangan tersebut inheren dengan munculnya akuntabilitas berorientasi stakeholder dan kerangka tata kelola (governance framework).
Standar code of conduct  yang baru muncul untuk menuntun profesi akuntan serta memastikan bahwa self-interest, bias, dan kesalahpahaman tidak menutupi independensinya. Globalisasi mulai mempengaruhi perkembangan aturan dan harmonisasi standar akuntan profesional, dan hal ini akan terus berkelanjutan. Sama seperti mekanisme tata kelola untuk korporasi yang menghasilkan batasan dan yurisdiksi domestik, stakeholder di seluruh dunia akan lebih mengutamakan dalam menentukan standar kinerja bagi profesi akuntan. Pekerjaan mereka akan melayani pasar modal dan korporasi global, dan kesuksesannya membutuhkan respek dari karyawan dan partner yang lebih banyak dibandingkan dahulu. Dengan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, akan menarik apabila akuntan profesional dapat menggunakan kesempatan yang menunjukkan perannya yang lebih luas. Mereka secara khusus harus menempatkan diri untuk membantu perkembangan mekanisme ke depan yang menyediakan dan memastikan panduan etika yang lebih baik bagi organisasi.
Ekspektasi Publik pada Semua Profesional
Seorang profesional bekerja dengan sesuatu yang bernilai, akibat kepercayaan dan kompetensinya mereka bekerja serta bertanggungjawab. Jika sebuah profesi kehilangan kredibilitas di mata publik, maka konsekuensinya cukup parah. Dalam analisis terakhir menyebutkan bahwa sebuah profesi merupakan kombinasi dari keistimewaan, tugas, dan hak yang semuanya terbingkai dalam sekumpulan nilai profesional yang umum, nilai yang menentukan bagaimana keputusan dibuat dan tindakan diambil.
Ekspektasi Publik pada Akuntan Profesional
Akuntan profesional diharapkan mempunyai keahlian khusus berhubungan dengan akuntansi dan pemahaman yang lebih baik dari orang awam mengenai hal-hal terkait seperti kontrol manajemen, perpajakan, atau sistem informasi. Sebagai tambahan, mereka juga diharapkan untuk menganut nilai dan tugas profesional umum serta menganut standar spesifik yang dikeluarkan oleh badan profesional dimana mereka bernaung.
Yang Dominan antara Nilai Etis dan Teknik Audit atau Akuntansi
Nilai etis harus dipertimbangkan agar sejajar dengan kemampuan teknik. Namun demikian, yang dominan mungkin ditujukan pada nilai etis, ketika seorang profesional menemukan masalah yang melebihi kemampuan yang dimilikinya saat itu, nilai etislah yang akan mendorongnya untuk mengenali dan mengungkapkan fakta tersebut. Tanpa nilai etis, kepercayaan yang diperlukan dalam hubungan fidusial tidak dapat dipertahankan, dan hak-hak yang dimiliki oleh profesi akuntansi akan dibatasi, sehingga mengurangi efektivitas yang dapat diberikan oleh profesi independen pada masyarakat.
Prioritas Kewajiban, Loyalitas, dan Kepercayaan pada Fidusial
Salah satu peran utama dari akuntan profesional adalah menawarkan jasa fidusial untuk masyarakat, maka kinerja dari jasa-jasa tersebut seringkali melibatkan pilihan yang dapat memihak kepentingan salah satu pihak dari orang yang membayar fee, pemilik perusahaan/pemegang saham saat ini, pemegang saham potensial di masa depan, dan stakeholder lainnya termasuk pekerja, pemerintah dan kreditur. Oleh karena itu, sebagai auditor, loyalitas pada publik tidak boleh lebih kecil dari loyalitas pada pemegang saham/pemilik perusahaan saat ini, dan tidak boleh mengutamakan manajemen perusahaan.
Aturan Independensi SEC Baru
Komite khusus tidak mengantisipasi ketidakmampuan anggotanya dalam mengelola konflik bawaan dari situasi berkepentingan yang muncul saat audit dan jasa lainnya ditawarkan pada klien yang sama. Pembatasan diperkenalkan oleh SOX dan dibentuk oleh SEC yang membatasi auditor dari perusahaan yang terdaftar di SEC untuk mengaudit pekerjaanya sendiri, atau bertindak sebagai pembela untuk klien.
Nilai Tambah Kritis oleh Akuntan Profesional
Kredibilitas adalah nilai tambah dari akuntan profesional dalam jasa assurance yang lebih baru. Kredibilitas untuk klien/pekerja dan pada masyarakat luas, bergantung pada reputasi dari seluruh profesi. Reputasi berasal dari nilai profesional yang dianut dan ekspektasi yang dibentuk dari pihak-pihak yang dilayani. Secara khusus, nilai tambah kritis oleh akuntan profesional berada pada ekspektasi bahwa apapun jasa yang ditawarkan akan didasarkan pada integritas dan objektivitas, dan nilai-nilai ini sebagai tambahan untuk menjamin standar minimum kompetensi, kredibilitas atau keyakinan pada laporan atau aktivitas.
Standar yang Diharapkan untuk Perilaku
Publik, khususnya klien mengharapkan bahwa akuntan profesional akan melakukan jasa fidusial dengan kompetensi, integritas, dan objektivitas. Integritas, kejujuran dan objektivitas sangat penting dalam pelaksanaan yang tepat dari tugas fidusial.


Kesimpulan
Tata kelola etika dan akuntabilitas perusahaan bukan hanya sekedar bisnis yang bagus, namun merupakan suatu hukum. SOX Seksi 404 mengharuskan perusahaan meneliti efektivitas sistem pengendalian internal mereka terkait dengan pelaporan keuangan. CEO, CFO, dan auditor harus melaporkan dan menyatakan efektivitas tersebut. Pendekatan COSO terkait dengan sistem pengendalian internal menjelaskan bagaimana cara suatu perusahaan mencapai tujuannnya melalui 4 dimensi, yaitu strategi, operasi, pelaporan, dan kepatuhan. Melalui 4 dimensi tersebut, kerangka manajemen etika melibatkan 8 unsur yang saling terkait mengenai cara manajemen menjalankan perusahaan dan bagaimana mereka terintegrasi dengan proses manajemen yang meliputi lingkungan internal, penetapan tujuan, identifikasi kejadian, penilaian risiko, tanggapan terhadap risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan (monitoring).
Etika dan budaya etis perusahaan memainkan peran penting dalam penetapan pengendalian lingkungan, dan juga dalam menciptakan manajemen risiko etika yang efektif yang berorientasi pada sistem pengendalian internal dan perilaku yang dihasilkan. Oleh karena itu,  hal tersebut dapat menentukan “tone at the top”, kode etik, kepedulian pegawai, tekanan untuk memperoleh tujuan yang tidak realistis, kesediaan manajemen untuk mengabaikan pengendalian, kepatuhan dalam penilaian kinerja, pemantauan terhadap efektivitas pengendalian internal, program “whistle-blowing”, dan tindakan perbaikan dalam menanggapi pelanggaran kode etik.



DAFTAR PUSTAKA
1.      Sumber Internet
2.      Sumber Buku
Brooks, Leonor J. Dunn. 2008. Etika Bisnis & profesi edisi 5 buku 1, Salemba Empat, Jakarta
Forum Corporate governance In Indonesia (FCGI), 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar